Kamis, 24 Maret 2011

KECERDASAN BUATAN







A.DEFINISI
Kecerdasan Buatan adalah salah satu cabang Ilmu pengetahuan berhubungan dengan pemanfaatan mesin untuk memecahkan persoalan yang rumit dengan cara yang lebih manusiawi. Hal Ini biasanya dilakukan dengan mengikuti/mencontoh karakteristik dan analogi berpikir dari kecerdasan/Inteligensia manusia, dan menerapkannya sebagai algoritma yang dikenal oleh komputer. Dengan suatu pendekatan yang kurang lebih fleksibel dan efisien dapat diambil tergantung dari keperluan, yang mempengaruhi bagaimana wujud dari perilaku kecerdasan buatan. AI biasanya dihubungkan dengan Ilmu Komputer, akan tetapi juga terkait erat dengan bidang lain seperti Matematika, Psikologi, Pengamatan, Biologi, Filosofi, dan yang lainnya. Kemampuan untuk mengkombinasikan pengetahuan dari semua  bidang ini pada akhirnya akan bermanfaat bagi kemajuan dalam upaya menciptakan suatu kecerdasan buatan.

Menurut John McCarthy, 1956, AI :
Untuk mengetahui dan memodelkan proses – proses berpikir manusia dan mendesain mesin agar dapat menirukan perilaku manusia.
Cerdas = memiliki pengetahuan + pengalaman, penalaran (bagaimana membuat keputusan &
mengambil tindakan), moral yang baik
Manusia cerdas (pandai) dalam menyelesaikan permasalahan karena manusia mempunyai pengetahuan & pengalaman. Pengetahuan diperoleh dari belajar. Semakin banyak bekal pengetahuan yang dimiliki tentu akan lebih mampu menyelesaikan permasalahan. Tapi bekal pengetahuan saja tidak cukup, manusia juga diberi akal untuk melakukan penalaran,mengambil kesimpulan berdasarkan pengetahuan & pengalaman yang dimiliki. Tanpa memiliki kemampuan untuk menalar dengan baik, manusia dengan segudang pengalaman dan pengetahuan tidak akan dapat menyelesaikan masalah dengan baik. Demikian juga dengan kemampuan menalar yang sangat baik,namun tanpa bekal pengetahuan dan pengalaman yang memadai,manusia juga tidak akan bisa menyelesaikan masalah dengan baik.
Agar mesin bisa cerdas (bertindak seperti & sebaik manusia) maka harus diberi bekal pengetahuan & mempunyai kemampuan untuk menalar.

Pengertian lain dari kecerdasan buatan adalah bagian ilmu komputer yang membuat agar mesin komputer dapat melakukan pekerjaan seperti dan sebaik yang dilakukan manusia. Pada awal diciptakannya, komputer hanya difungsikan sebagai alat hitung saja. Namun seiring dengan perkembangan jaman, maka peran komputer semakin mendominasi kehidupan manusia. Komputer tidak lagi hanya digunakan sebagai alat hitung, lebih dari itu, komputer diharapkan untuk dapat diberdayakan untuk mengerjakan segala sesuatu yang bisa dikerjakan oleh manusia.

Dua bagian utama yang dibutuhkan untuk aplikasi kecerdasan buatan:
·   Basis pengetahuan (knowledge base)  yang berisi fakta-fakta, teori, pemikiran & hubungan antara satu dengan lainnya.
·   Monitor inferensi(inference engine) yaitu kemampuan menarik kesimpulan berdasarkan pengalaman.


B.KECERDASAN BUATAN VS KECERDASAN ALAMI
Keuntungan Kecerdasan Buatan :
·   Kecerdasan buatan lebih bersifat permanen. Kecerdasan alami akan cepat mengalami perubahan. Hal ini dimungkinkan karena sifat manusia yang pelupa. Kecerdasan buatan tidak akan berubah sepanjang sistem komputer dan program tidak mengubahnya.
·   Kecerdasan buatan lebih mudah diduplikasi dan disebarkan. Mentransfer pengetahuan manusia dari satu orang ke orang lain butuh proses dan waktu lama. Disamping itu suatu keahlian tidak akan pernah bisa diduplikasi secara lengkap. Sedangkan jika pengetahuan terletak pada suatu sistem komputer, pengetahuan tersebuat dapat ditransfer atau disalin dengan mudah dan cepat dari satu komputer ke komputer lain
·   Kecerdasan buatan lebih murah dibanding dengan kecerdasan alami. Menyediakan layanan komputer akan lebih mudah dan lebih murah dibanding dengan harus mendatangkan seseorang untuk mengerjakan sejumlah pekerjaan dalam jangka waktu yang sangat lama.
·   Kecerdasan buatan bersifat konsisten. Hal ini disebabkan karena kecerdasan busatan adalah bagian dari teknologi komputer. Sedangkan kecerdasan alami senantiasa berubah-ubah.
·   Kecerdasan buatan dapat didokumentasikan. Keputusan yang dibuat komputer dapat didokumentasikan dengan mudah dengan melacak setiap aktivitas dari sistem tersebut. Kecerdasan alami sangat sulit untuk direproduksi.
·   Kecerdasan buatan dapat mengerjakan pekerjaan lebih cepat dibanding dengan kecerdasan alami
·   Kecerdasan buatan dapat mengerjakan pekerjaan lebih baik dibanding dengan kecerdasan alami.

Keuntungan kecerdasan alami :
·   Kreatif. Kemampuan untuk menambah ataupun memenuhi pengetahuan itu sangat melekat pada jiwa manusia. Pada kecerdasan buatan, untuk menambah pengetahuan harus dilakukan melalui sistem yang dibangun
·   Kecerdasan alami memungkinkan orang untuk menggunakan pengalaman secara langsung. Sedangkan pada kecerdasan buatan harus bekerja dengan input-input simbolik
·   Pemikiran manusia dapat digunakan secara luas, sedangkan kecerdasan buatan sangat terbatas.


C.SEJARAH KECERDASAN BUATAN
Pada awal abad 17, René Descartes mengemukakan bahwa tubuh hewan bukanlah apa-apa melainkan hanya mesin-mesin yang rumit. Blaise Pascal menciptakan mesin penghitung digital mekanis pertama pada 1642. Pada 19, Charles Babbage dan Ada Lovelace bekerja pada mesin penghitung mekanis yang dapat diprogram.

Bertrand Russell dan Alfred North Whitehead menerbitkan Principia Mathematica, yang merombak logika formal. Warren McCulloch dan Walter Pitts menerbitkan "Kalkulus Logis Gagasan yang tetap ada dalam Aktivitas " pada 1943 yang meletakkan pondasi untuk jaringan syaraf.

Tahun 1950-an adalah periode usaha aktif dalam AI. Program AI pertama yang bekerja ditulis pada 1951 untuk menjalankan mesin Ferranti Mark I di University of Manchester (UK): sebuah program permainan naskah yang ditulis oleh Christopher Strachey dan program permainan catur yang ditulis oleh Dietrich Prinz. John McCarthy membuat istilah "kecerdasan buatan " pada konferensi pertama yang disediakan untuk pokok persoalan ini, pada 1956. Dia juga menemukan bahasa pemrograman Lisp. Alan Turing memperkenalkan "Turing test" sebagai sebuah cara untuk mengoperasionalkan test perilaku cerdas. Joseph Weizenbaum membangun ELIZA, sebuah chatterbot yang menerapkan psikoterapi Rogerian.

Selama tahun 1960-an dan 1970-an, Joel Moses mendemonstrasikan kekuatan pertimbangan simbolis untuk mengintegrasikan masalah di dalam program Macsyma, program berbasis pengetahuan yang sukses pertama kali dalam bidang matematika. Marvin Minsky dan Seymour Papert menerbitkan Perceptrons, yang mendemostrasikan batas jaringan syaraf sederhana dan Alain Colmerauer mengembangkan bahasa komputer Prolog. Ted Shortliffe mendemonstrasikan kekuatan sistem berbasis aturan untuk representasi pengetahuan dan inferensi dalam diagnosa dan terapi medis yang kadangkala disebut sebagai sistem pakar pertama. Hans Moravec mengembangkan kendaraan terkendali komputer pertama untuk mengatasi jalan berintang yang kusut secara mandiri.

Pada tahun 1980-an, jaringan syaraf digunakan secara meluas dengan algoritma perambatan balik, pertama kali diterangkan oleh Paul John Werbos pada 1974. Tahun 1990-an ditandai perolehan besar dalam berbagai bidang AI dan demonstrasi berbagai macam aplikasi. Lebih khusus Deep Blue, sebuah komputer permainan catur, mengalahkan Garry Kasparov dalam sebuah pertandingan 6 game yang terkenal pada tahun 1997. DARPA menyatakan bahwa biaya yang disimpan melalui penerapan metode AI untuk unit penjadwalan dalam Perang Teluk pertama telah mengganti seluruh investasi dalam penelitian AI sejak tahun 1950 pada pemerintah AS.

Tantangan Hebat DARPA, yang dimulai pada 2004 dan berlanjut hingga hari ini, adalah sebuah pacuan untuk hadiah $2 juta dimana kendaraan dikemudikan sendiri tanpa komunikasi dengan manusia, menggunakan GPS, komputer dan susunan sensor yang canggih, melintasi beberapa ratus mil daerah gurun yang menantang.

D.BIDANG AI(KECERDASAN BUATAN)
·   Sistem pakar (expert system) : komputer sebagai sarana untuk menyimpan pengetahuan para pakar sehingga komputer memiliki keahlian menyelesaikan permasalahan dengan meniru keahlian yang dimiliki pakar.
·   Pengolahan bahasa alami (natural language processing) : user dapat berkomunikasi dengan komputer menggunakan bahasa sehari-hari, misal bahasa inggris, bahasa indonesia, bahasa jawa, dll
·   Pengenalan ucapan (speech recognition) : manusia dapat berkomunikasi dengan komputer menggunakan suara.
·   Robotika & sistem sensor
·   Computer vision : menginterpretasikan gambar atau objek-objek tampak melalui komputer
·   Intelligent computer-aided instruction : komputer dapat digunakan sebagai tutor yang dapat melatih & mengajar
·   Game playing
·                      
E.SOFT COMPUTING
Soft computing merupakan inovasi baru dalam membangun sistem cerdas
Metodologi-metodologi dalam soft computing adalah:
· Logika Fuzzy
· Jaringan syaraf tiruan
· Probabilistic reasoning
· Evolutionary computing


D.DAFTAR SUMBER

Andrie Fn, Pengertian Kecerdasan Buatan, andrefni.blogspot.com, September, 2010 .
Stepia, Sejarah Kecerdasan Buatan, stepia.wordpress.com, Agustus, 2009.
Genta, Definisi Kecerdasan Buatan, gentazmania.wordpress.com, Februari, 2010.
Supriono, Nano, Kecerdasan Buatan, id.shvoong.com, Juni, 2010.
Tarigan, Rehulina, Pengertian Kecerdasan Buatan, rehulina.wordpress.com, Agustus, 2009.

TAS'IR (FIKIH MUAMALH B)

PENDAHULUAN
            Perekonomian merupakan bagian yang sangat penting untuk kelangsungan utuhnya sebuah negara. Perekonomian negara yang kokoh akan mampu menjamin kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Salah satu penunjang perekonomian negara adalah kesehatan pasar, baik pasar barang jasa, pasar uang, maupun pasar tenaga kerja. Kesehatan pasar, sangat tergantung pada makanisme pasar yang mampu menciptakan tingkat harga yang seimbang, yakni tingkat harga yang dihasilkan oleh interaksi antara kekuatan permintaan dan penawaran yang sehat. Apabila kondisi ini dalam keadaan wajar dan normal (tanpa ada pelanggaran), monopoli misalnya? maka harga akan stabil, namun apabila terjadi persaingan yang tidak jujur, maka keseimbangan harga akan terganggu dan yang pada akhirnya mengganggu hak rakyat secara umum.
            Pemerintah Islam, sejak Rasulullah  SAW di Madinah memusatkan perhatian pada masalah keseimbangan harga ini, terutama pada bagaimana peran negara dalam mewujudkan kestabilan harga dan bagaimana mengatasi masalah ketidakstabilan harga. Para ulama berbeda pandapat mengenai boleh tidaknya negara menetapkan harga. Masing Masing golongan ulama ini memiliki dasar hukum dan interpretasi.
            Berdasarkan perbedaan pendapat para ulama tersebut, makalah ini mengkaji penetapan harga oleh negara dalam ruang lingkup fikih dengan mempertimbangkan realitas ekonomi.

PEMBAHASAN
TAS'IR

1. Pengertian Tas'ir
            Kata tas'ir berasal dari kata sa'ara-yas'aru-sa'ran, yang artinya menyalakan.  Lalu dibentuk menjadi kata as-si'ru dan jamaknya as'ar  yang artinya harga (sesuatu). Kata as-si'ru ini digunakan di pasar untuk menyebut harga (di pasar) sebagai penyerupaan terhadap aktivitas penyalaan api, seakan menyalakan nilai (harga) bagi sesuatu.

            Dan para ulama merumuskan definisi tas'ir secara syar'i, yaitu: seorang imam (penguasa), wakilnya atau setiap orang yang mengurusi urusan kaum Muslim memerintahkan kepada para pelaku pasar agar tidak menjual komoditas kecuali dengan harga tertentu, mereka dilarang untuk menambah harganya hingga harga tidak membumbung atau mengurangi harganya hingga tidak memukul selain mereka.  Jadi, mereka dilarang untuk menambah atau mengurangi dari harga yang dipatok demi kemaslahatan masyarakat. Artinya, negara melakukan intervensi (campur tangan) atas harga dengan menetapkan harga tertentu atas suatu komoditas dan setiap orang dilarang untuk menjual lebih atau kurang dari harga yang ditetapkan itu demi mempertimbangkan kemaslahatan masyarakat.

            Fakta pematokan harga ini dapat kita saksikan dalam sistem ekonomi kapitalis pada saat ini. Pematokan harga itu dilakukan negara dengan alasan untuk melindungi kepentingan masyarakat atau kelompok masyarakat tertentu, misalnya kelompok produsen atau kelompok konsumen.

            Pematokan harga terjadi dalam tiga bentuk: Pertama, pematokan harga secara fix.  Kedua, pematokan harga tertinggi, yakni dengan menetapkan harga jual tertinggi. Contohnya adalah penetapan harga eceran tertinggi pupuk. Penjual dilarang menjual lebih dari harga tertinggi yang dipatok itu.  Sebaliknya, mereka boleh menjual dengan harga yang lebih rendah.  Ini ditetapkan demi melindungi konsumen. Ketiga, pematokan harga terendah seperti pematokan harga terendah gabah, dsb. Dalam hal ini pembeli dilarang membeli lebih rendah dari harga terendah itu. Sebaliknya, mereka boleh membeli dengan harga lebih tinggi dari harga itu. Ini dilakukan untuk melindungi produsen. Contohnya adalah penetapan harga terendah gabah untuk melindungi petani. Meski demikian, dalam praktiknya kebijakan ini terlihat tidak efektif. Pada saat panen raya, harga gabah tetap saja anjlok.  Begitu juga harga pupuk; sering lebih tinggi daripada harga eceran tertinggi yang ditetapkan Pemerintah.

2. Pendapat Ulama Tentang Tas'ir

 a. Pendapat Yang Tidak Setuju Dengan Tas'ir
Menurut mereka Allah telah menetapkan seseorang untuk menjual komoditasnya dengan harga yang ia ridhai. dengan dalil yang mereka kemukakan bahwa Allah Swt. berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kalian. (QS an-Nisa [4]: 29).

Dan  juga sabda Rasulullah saw yang berbunyi :

إِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ

Sesungguhnya jual-beli itu harus dengan saling ridha (antara penjual dan pembeli). (HR Ibn Majah).

        Tas'ir bertentangan dengan nash-nash tersebut. Sebab, tas'ir bermakna pemaksaan atas penjual dan atau pembeli untuk berjual-beli dengan harga tertentu.  Ini melanggar kepemilikan seseorang karena kepemilikan itu bermakna seseorang memiliki kekuasaan atas harta miliknya. Karena itu, ia berhak menjual dengan harga yang ia sukai.  Pematokan harga tentu akan menghalangi atau merampas sebagian kekuasaan seseorang atas hartanya. Sesuai keterangan nas syariah di atas, hal itu tidak boleh terjadi.

        Dalam riwayat Abu Hurairah di atas, Rasulullah saw. pernah diminta untuk mematok harga, padahal harga sedang membubung tinggi. Seandainya tas'ir boleh, pastilah Rasulullah saw. memenuhi permintaan tersebut. Namun, Beliau ternyata tidak memenuhinya. Dalam riwayat Anas di atas, Beliau menjelaskan alasan mengapa Beliau tidak melakukannya.  Beliau menjelaskan bahwa tas'ir merupakan kezaliman, sedangkan segala bentuk kezaliman adalah haram.  Atas dasar itu, tas'ir hukumnya haram.  Ini adalah pendapat jumhur ulama.

        Keharaman tas'ir ini berlaku secara umum untuk semua komoditi. Hal itu sesuai keumuman larangan tas'ir di atas.  Rasulullah saw. menyatakan tas'ir sebagai kezaliman tanpa menyebutkan komoditinya. Ini artinya keharaman itu berlaku untuk semua jenis komoditi.   Keharaman tas'ir juga berlaku dalam semua kondisi baik kondisi damai atau perang; baik harga anjlok, normal atau sedang membubung tinggi.  Hal itu sesuai dengan kemutlakan nasnya.

        Pada faktanya, pematokan harga merupakan dharar bagi umat.  Pematokan harga itu akan mendorong terbentuknya pasar gelap yang jauh dari monitoring negara.  Dengan begitu suplay barang ke pasar akan berkurang karena diperdagangkan di pasar gelap.  Lalu harga di pasar normal akan mengalami kenaikan tanpa bisa dicegah oleh negara. Selain mendorong terbentuknya pasar gelap, pematokan harga juga bisa mempengaruhi tingkat produksi atau konsumsi. Pada tingkat tertentu mungkin bisa menyebabkan krisis ekonomi.

b. Pendapat Setuju Dengan Tas'ir
        Pendapat yang membolehkan tas'ir bertentangan dengan mayoritas para ulama. Tetapi beberapa ahli, seperti Sa’id bin Musayyib, Rabiah bin Abdul Rahman dan Yahya bin Sa’id, menyetujuinya. Para pengikut Abu Hanifah berkata bahwa pemerintah harus menetapkan harga, hanya bila masyarakat menderita akibat peningkatan harga itu, di mana hak penduduk harus dilindungi dari kerugian yang diakibatkan oleh ketidak seimbangan harga.
        Ibnu Taimiyah menafsirkan sabda Rasulullah SAW yang menolak penetapan harga, meskipun pengikutnya memintanya, itu adalah sebuah kasus khusus dan bukan aturan umum. Itu bukan merupakan merupakan laporan bahwa seseorang tidak boleh menjual atau melakukan sesuatu yang wajib dilakukan atau menetapkan harga melebihi nilai ganti yang sesuai. Ia membuktikan bahwa Rasulullah SAW sendiri menetapkan harga yang adil, jika terjadi perselisihan antara dua orang. Kondisi pertama, ketika dalam kasus pembebasan budaknya sendiri, Ia mendekritkan bahwa harga yang adil dari budak itu harus dipertimbangkan tanpa ada tambahan atau pengurangan (laa wakasa wa laa shatata) dan setiap orang harus diberi bagian dan budak itu harus dibebaskan. Kondisi kedua, dilaporkan ketika terjadi perselisihan antara dua orang, satu pihak memiliki pohon, yang sebagian tumbuh di tanah orang lain, pemilik tanah menemukan adanya bagian pohon yang tumbuh di atas tanahnya yang dirasa mengganggunya. Ia mengajukan masalah itu kepada Rasulullah SAW. Beliau memerintahkan pemilik pohon untuk menjual pohon itu kepada pemilik tanah dan menerima konpensasi atau ganti rugi yang adil kepadanya. Orang itu ternyata tak melakukan apa-apa. Kemudian Rasulullah SAW membolehkan pemilik tanah untuk menebang pohon tersebut dan ia memberikan konpensasi harganya kepada pemilik pohon.
        Ibnu Taimiyah menjelasklan bahwa “jika harga itu bisa ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan satu orang saja, pastilah akan lebih logis kalau hal itu ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan publik atas produk makanan, pakaian dan perumahan, karena kebutuhan umum itu jauh lebih penting dari pada kebutuhan seorang individu.
Itu sebabnya penetapan harga hanya mungkin dilakukan jika diketahui secara pasti ada kelompok yang melakukan perdagangan dan bisnis melakukan manipulasi sehingga berakibat menaikkan harga. Ketiadaan kondisi ini, tak ada alasan yang bisa digunakan untuk menetapkan harga. Sebab, itu tak bisa dikatakan pada seseorang yang tak berfungsi sebagai penyuplai barang dagangan, sebab tak akan berarti apa-apa atau tak akan adil. Argumentasi terakhir ini tampaknya lebih realistis untuk dipahami.
Menurut Ibnu Taimiyah, barang barang yang dijual di Madinah (pada zaman Nabi) sebagian besar berasal dari impor. Kondisi apapun yang dilakukan terhadap barang itu, akan bisa menyebabkan timbulnya kekurangan suplai dan memperburuk situasi. Jadi, Rasulullah SAW menghargai kegiatan impor tadi dengan mengatakan, “Seseorang yang mambawa barang yang dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari, siapapun yang menghalanginya sangat dilarang. Faktanya saat itu penduduk Madinah tidak memerlukan penetapan harga.
Ibnu Taimiyyah sebagaimana yang diutarakan Dr. Yusuf Qardhawi menggabungkan tentang dibolehkan atau tidaknya tas’ir diperbolehkan jika adil dan dilarang jika ada kedzaliman.

        Dan Ibnu Khaldun pernah meneliti harga-harga di kota-kota. Ia membagi menjadi dua jenis, barang kebutuhan pokok dan barang mewah. Menurut dia bila suatu kota berkembang dan selanjutnya populasinya serta bertambah banyak maka harga-harga pokok akan mendapatkan penggandaannya. Akibat penawaran meningkat dan ini berarti penurunan harga. Adapun untuk barang-barang mewah, permintaannya akan meningkat sejalan dengan berkembangnya kota dan berubahnya gaya hidup. Akibatnya, harga barang mewah meningkat. Ibnu Khaldun juga menjelaskan mekanisme penawaran dan permintaan dalam menentukan harga keseimbangan. Secara lebih rinci ia menjabarkan tentang perkembangan pengaruh persaingan diantara konsumen untuk mendapatkan barang pada sisi pemintaan. Setelah itu ia menjelaskan pula pengaruh meningkatnya biaya poduksi karena pajak dan pungutan-pungutan lain di kota tesebut pada sisi penawaran.

        Dari keterangan di atas, tampak sekali bahwa penetapan harga hanya dianjurkan bila para pemegang stok barang atau para perantara di kawasan itu berusaha menaikkan harga. Karena itu jika tidak ada masalah dalam harga, lebih baik tidak menetapkan harga, tetapi membiarkan pasar yang akan berperan di dalamnya.
        Berbeda dengan kondisi musim kekeringan dan perang, Ibnu Taimiyah merekomendasikan penetapan harga oleh pemerintah ketika terjadi ketidaksempurnaan memasuki pasar. Misalnya, jika para penjual menolak untuk menjual barang dagangan mereka kecuali jika harganya mahal dari pada harga normal (al-qimah al-ma’rifah) dan pada saat yang sama penduduk sangat membutuhkan barang-barang tersebut. Maka mereka diharuskan menjualnya pada tingkat harga yang setara, contoh sangat nyata dari ketidaksempurnaan pasar adalah adanya monopoli dalam perdagangan makanan dan barang-barang serupa. Dalam kasus seperti itu, pemerintah harus menetapkan harganya untuk penjualan dan pembelian mereka. Pemegang monopoli tak boleh dibiarkan bebas melaksanakan kekuasaannya, sebaliknya otoritas harus menetapkan harga yang disukainya, sehingga melawan ketidakadilan terhadap penduduk.

PENUTUP
Simpulan
            Kata tas'ir berasal dari kata sa'ara-yas'aru-sa'ran, yang artinya menyalakan.  Lalu dibentuk menjadi kata as-si'ru dan jamaknya as'ar  yang artinya harga (sesuatu). Dan para ulama merumuskan definisi tas'ir secara syar'i, yaitu: seorang imam (penguasa), wakilnya atau setiap orang yang mengurusi urusan kaum Muslim memerintahkan kepada para pelaku pasar agar tidak menjual komoditas kecuali dengan harga tertentu, Para ulama berbeda pendapat tentang boleh atau tidaknya tas'ir ini,mereka masing-masing mempunyai dalil dan a;asan sendiri untuk menetapkan hukumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Qardhawi, Yusuf, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Gema Insani Press : Jakarta,            2000. yang diterjemahka oleh Zainal Arifin dan Dahlia Husin dari  Daurul Qiyam      wal Akhlam  fil Iqtishadil Islami.

Karim, Adiwarman, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Gema Insani Press :       Jakarta, 2003.

Asmuni, Drs., H., Penetapan Harga dalam Islam: Perpektif Fikih dan Ekonomi,   http://pa-balikpapan.net/index.php (diakses tanggal 24 April 2010)

Utomo, Setiawan, Budi, Pematokan Harga oleh Pemerintah       http://www.eramuslim.com/konsultasi/fikih-kontemporer/pematokan-harga.htm    (diakses tanggal 3 Desember 2008)

Mustika, Falery, At-Tas'ir (Pematokan Harga), http://www.mail-            archive.com/aroen99society@yahoogroups.com/msg02707.html. (diakses tanggal 5 November 2006)





TAS'IR (FIKIH MUAMALH B)

PENDAHULUAN
            Perekonomian merupakan bagian yang sangat penting untuk kelangsungan utuhnya sebuah negara. Perekonomian negara yang kokoh akan mampu menjamin kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Salah satu penunjang perekonomian negara adalah kesehatan pasar, baik pasar barang jasa, pasar uang, maupun pasar tenaga kerja. Kesehatan pasar, sangat tergantung pada makanisme pasar yang mampu menciptakan tingkat harga yang seimbang, yakni tingkat harga yang dihasilkan oleh interaksi antara kekuatan permintaan dan penawaran yang sehat. Apabila kondisi ini dalam keadaan wajar dan normal (tanpa ada pelanggaran), monopoli misalnya? maka harga akan stabil, namun apabila terjadi persaingan yang tidak jujur, maka keseimbangan harga akan terganggu dan yang pada akhirnya mengganggu hak rakyat secara umum.
            Pemerintah Islam, sejak Rasulullah  SAW di Madinah memusatkan perhatian pada masalah keseimbangan harga ini, terutama pada bagaimana peran negara dalam mewujudkan kestabilan harga dan bagaimana mengatasi masalah ketidakstabilan harga. Para ulama berbeda pandapat mengenai boleh tidaknya negara menetapkan harga. Masing Masing golongan ulama ini memiliki dasar hukum dan interpretasi.
            Berdasarkan perbedaan pendapat para ulama tersebut, makalah ini mengkaji penetapan harga oleh negara dalam ruang lingkup fikih dengan mempertimbangkan realitas ekonomi.

PEMBAHASAN
TAS'IR

1. Pengertian Tas'ir
            Kata tas'ir berasal dari kata sa'ara-yas'aru-sa'ran, yang artinya menyalakan.  Lalu dibentuk menjadi kata as-si'ru dan jamaknya as'ar  yang artinya harga (sesuatu). Kata as-si'ru ini digunakan di pasar untuk menyebut harga (di pasar) sebagai penyerupaan terhadap aktivitas penyalaan api, seakan menyalakan nilai (harga) bagi sesuatu.

            Dan para ulama merumuskan definisi tas'ir secara syar'i, yaitu: seorang imam (penguasa), wakilnya atau setiap orang yang mengurusi urusan kaum Muslim memerintahkan kepada para pelaku pasar agar tidak menjual komoditas kecuali dengan harga tertentu, mereka dilarang untuk menambah harganya hingga harga tidak membumbung atau mengurangi harganya hingga tidak memukul selain mereka.  Jadi, mereka dilarang untuk menambah atau mengurangi dari harga yang dipatok demi kemaslahatan masyarakat. Artinya, negara melakukan intervensi (campur tangan) atas harga dengan menetapkan harga tertentu atas suatu komoditas dan setiap orang dilarang untuk menjual lebih atau kurang dari harga yang ditetapkan itu demi mempertimbangkan kemaslahatan masyarakat.

            Fakta pematokan harga ini dapat kita saksikan dalam sistem ekonomi kapitalis pada saat ini. Pematokan harga itu dilakukan negara dengan alasan untuk melindungi kepentingan masyarakat atau kelompok masyarakat tertentu, misalnya kelompok produsen atau kelompok konsumen.

            Pematokan harga terjadi dalam tiga bentuk: Pertama, pematokan harga secara fix.  Kedua, pematokan harga tertinggi, yakni dengan menetapkan harga jual tertinggi. Contohnya adalah penetapan harga eceran tertinggi pupuk. Penjual dilarang menjual lebih dari harga tertinggi yang dipatok itu.  Sebaliknya, mereka boleh menjual dengan harga yang lebih rendah.  Ini ditetapkan demi melindungi konsumen. Ketiga, pematokan harga terendah seperti pematokan harga terendah gabah, dsb. Dalam hal ini pembeli dilarang membeli lebih rendah dari harga terendah itu. Sebaliknya, mereka boleh membeli dengan harga lebih tinggi dari harga itu. Ini dilakukan untuk melindungi produsen. Contohnya adalah penetapan harga terendah gabah untuk melindungi petani. Meski demikian, dalam praktiknya kebijakan ini terlihat tidak efektif. Pada saat panen raya, harga gabah tetap saja anjlok.  Begitu juga harga pupuk; sering lebih tinggi daripada harga eceran tertinggi yang ditetapkan Pemerintah.

2. Pendapat Ulama Tentang Tas'ir

 a. Pendapat Yang Tidak Setuju Dengan Tas'ir
Menurut mereka Allah telah menetapkan seseorang untuk menjual komoditasnya dengan harga yang ia ridhai. dengan dalil yang mereka kemukakan bahwa Allah Swt. berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kalian. (QS an-Nisa [4]: 29).

Dan  juga sabda Rasulullah saw yang berbunyi :

إِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ

Sesungguhnya jual-beli itu harus dengan saling ridha (antara penjual dan pembeli). (HR Ibn Majah).

        Tas'ir bertentangan dengan nash-nash tersebut. Sebab, tas'ir bermakna pemaksaan atas penjual dan atau pembeli untuk berjual-beli dengan harga tertentu.  Ini melanggar kepemilikan seseorang karena kepemilikan itu bermakna seseorang memiliki kekuasaan atas harta miliknya. Karena itu, ia berhak menjual dengan harga yang ia sukai.  Pematokan harga tentu akan menghalangi atau merampas sebagian kekuasaan seseorang atas hartanya. Sesuai keterangan nas syariah di atas, hal itu tidak boleh terjadi.

        Dalam riwayat Abu Hurairah di atas, Rasulullah saw. pernah diminta untuk mematok harga, padahal harga sedang membubung tinggi. Seandainya tas'ir boleh, pastilah Rasulullah saw. memenuhi permintaan tersebut. Namun, Beliau ternyata tidak memenuhinya. Dalam riwayat Anas di atas, Beliau menjelaskan alasan mengapa Beliau tidak melakukannya.  Beliau menjelaskan bahwa tas'ir merupakan kezaliman, sedangkan segala bentuk kezaliman adalah haram.  Atas dasar itu, tas'ir hukumnya haram.  Ini adalah pendapat jumhur ulama.

        Keharaman tas'ir ini berlaku secara umum untuk semua komoditi. Hal itu sesuai keumuman larangan tas'ir di atas.  Rasulullah saw. menyatakan tas'ir sebagai kezaliman tanpa menyebutkan komoditinya. Ini artinya keharaman itu berlaku untuk semua jenis komoditi.   Keharaman tas'ir juga berlaku dalam semua kondisi baik kondisi damai atau perang; baik harga anjlok, normal atau sedang membubung tinggi.  Hal itu sesuai dengan kemutlakan nasnya.

        Pada faktanya, pematokan harga merupakan dharar bagi umat.  Pematokan harga itu akan mendorong terbentuknya pasar gelap yang jauh dari monitoring negara.  Dengan begitu suplay barang ke pasar akan berkurang karena diperdagangkan di pasar gelap.  Lalu harga di pasar normal akan mengalami kenaikan tanpa bisa dicegah oleh negara. Selain mendorong terbentuknya pasar gelap, pematokan harga juga bisa mempengaruhi tingkat produksi atau konsumsi. Pada tingkat tertentu mungkin bisa menyebabkan krisis ekonomi.

b. Pendapat Setuju Dengan Tas'ir
        Pendapat yang membolehkan tas'ir bertentangan dengan mayoritas para ulama. Tetapi beberapa ahli, seperti Sa’id bin Musayyib, Rabiah bin Abdul Rahman dan Yahya bin Sa’id, menyetujuinya. Para pengikut Abu Hanifah berkata bahwa pemerintah harus menetapkan harga, hanya bila masyarakat menderita akibat peningkatan harga itu, di mana hak penduduk harus dilindungi dari kerugian yang diakibatkan oleh ketidak seimbangan harga.
        Ibnu Taimiyah menafsirkan sabda Rasulullah SAW yang menolak penetapan harga, meskipun pengikutnya memintanya, itu adalah sebuah kasus khusus dan bukan aturan umum. Itu bukan merupakan merupakan laporan bahwa seseorang tidak boleh menjual atau melakukan sesuatu yang wajib dilakukan atau menetapkan harga melebihi nilai ganti yang sesuai. Ia membuktikan bahwa Rasulullah SAW sendiri menetapkan harga yang adil, jika terjadi perselisihan antara dua orang. Kondisi pertama, ketika dalam kasus pembebasan budaknya sendiri, Ia mendekritkan bahwa harga yang adil dari budak itu harus dipertimbangkan tanpa ada tambahan atau pengurangan (laa wakasa wa laa shatata) dan setiap orang harus diberi bagian dan budak itu harus dibebaskan. Kondisi kedua, dilaporkan ketika terjadi perselisihan antara dua orang, satu pihak memiliki pohon, yang sebagian tumbuh di tanah orang lain, pemilik tanah menemukan adanya bagian pohon yang tumbuh di atas tanahnya yang dirasa mengganggunya. Ia mengajukan masalah itu kepada Rasulullah SAW. Beliau memerintahkan pemilik pohon untuk menjual pohon itu kepada pemilik tanah dan menerima konpensasi atau ganti rugi yang adil kepadanya. Orang itu ternyata tak melakukan apa-apa. Kemudian Rasulullah SAW membolehkan pemilik tanah untuk menebang pohon tersebut dan ia memberikan konpensasi harganya kepada pemilik pohon.
        Ibnu Taimiyah menjelasklan bahwa “jika harga itu bisa ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan satu orang saja, pastilah akan lebih logis kalau hal itu ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan publik atas produk makanan, pakaian dan perumahan, karena kebutuhan umum itu jauh lebih penting dari pada kebutuhan seorang individu.
Itu sebabnya penetapan harga hanya mungkin dilakukan jika diketahui secara pasti ada kelompok yang melakukan perdagangan dan bisnis melakukan manipulasi sehingga berakibat menaikkan harga. Ketiadaan kondisi ini, tak ada alasan yang bisa digunakan untuk menetapkan harga. Sebab, itu tak bisa dikatakan pada seseorang yang tak berfungsi sebagai penyuplai barang dagangan, sebab tak akan berarti apa-apa atau tak akan adil. Argumentasi terakhir ini tampaknya lebih realistis untuk dipahami.
Menurut Ibnu Taimiyah, barang barang yang dijual di Madinah (pada zaman Nabi) sebagian besar berasal dari impor. Kondisi apapun yang dilakukan terhadap barang itu, akan bisa menyebabkan timbulnya kekurangan suplai dan memperburuk situasi. Jadi, Rasulullah SAW menghargai kegiatan impor tadi dengan mengatakan, “Seseorang yang mambawa barang yang dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari, siapapun yang menghalanginya sangat dilarang. Faktanya saat itu penduduk Madinah tidak memerlukan penetapan harga.
Ibnu Taimiyyah sebagaimana yang diutarakan Dr. Yusuf Qardhawi menggabungkan tentang dibolehkan atau tidaknya tas’ir diperbolehkan jika adil dan dilarang jika ada kedzaliman.

        Dan Ibnu Khaldun pernah meneliti harga-harga di kota-kota. Ia membagi menjadi dua jenis, barang kebutuhan pokok dan barang mewah. Menurut dia bila suatu kota berkembang dan selanjutnya populasinya serta bertambah banyak maka harga-harga pokok akan mendapatkan penggandaannya. Akibat penawaran meningkat dan ini berarti penurunan harga. Adapun untuk barang-barang mewah, permintaannya akan meningkat sejalan dengan berkembangnya kota dan berubahnya gaya hidup. Akibatnya, harga barang mewah meningkat. Ibnu Khaldun juga menjelaskan mekanisme penawaran dan permintaan dalam menentukan harga keseimbangan. Secara lebih rinci ia menjabarkan tentang perkembangan pengaruh persaingan diantara konsumen untuk mendapatkan barang pada sisi pemintaan. Setelah itu ia menjelaskan pula pengaruh meningkatnya biaya poduksi karena pajak dan pungutan-pungutan lain di kota tesebut pada sisi penawaran.

        Dari keterangan di atas, tampak sekali bahwa penetapan harga hanya dianjurkan bila para pemegang stok barang atau para perantara di kawasan itu berusaha menaikkan harga. Karena itu jika tidak ada masalah dalam harga, lebih baik tidak menetapkan harga, tetapi membiarkan pasar yang akan berperan di dalamnya.
        Berbeda dengan kondisi musim kekeringan dan perang, Ibnu Taimiyah merekomendasikan penetapan harga oleh pemerintah ketika terjadi ketidaksempurnaan memasuki pasar. Misalnya, jika para penjual menolak untuk menjual barang dagangan mereka kecuali jika harganya mahal dari pada harga normal (al-qimah al-ma’rifah) dan pada saat yang sama penduduk sangat membutuhkan barang-barang tersebut. Maka mereka diharuskan menjualnya pada tingkat harga yang setara, contoh sangat nyata dari ketidaksempurnaan pasar adalah adanya monopoli dalam perdagangan makanan dan barang-barang serupa. Dalam kasus seperti itu, pemerintah harus menetapkan harganya untuk penjualan dan pembelian mereka. Pemegang monopoli tak boleh dibiarkan bebas melaksanakan kekuasaannya, sebaliknya otoritas harus menetapkan harga yang disukainya, sehingga melawan ketidakadilan terhadap penduduk.

PENUTUP
Simpulan
            Kata tas'ir berasal dari kata sa'ara-yas'aru-sa'ran, yang artinya menyalakan.  Lalu dibentuk menjadi kata as-si'ru dan jamaknya as'ar  yang artinya harga (sesuatu). Dan para ulama merumuskan definisi tas'ir secara syar'i, yaitu: seorang imam (penguasa), wakilnya atau setiap orang yang mengurusi urusan kaum Muslim memerintahkan kepada para pelaku pasar agar tidak menjual komoditas kecuali dengan harga tertentu, Para ulama berbeda pendapat tentang boleh atau tidaknya tas'ir ini,mereka masing-masing mempunyai dalil dan a;asan sendiri untuk menetapkan hukumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Qardhawi, Yusuf, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Gema Insani Press : Jakarta,            2000. yang diterjemahka oleh Zainal Arifin dan Dahlia Husin dari  Daurul Qiyam      wal Akhlam  fil Iqtishadil Islami.

Karim, Adiwarman, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer, Gema Insani Press :       Jakarta, 2003.

Asmuni, Drs., H., Penetapan Harga dalam Islam: Perpektif Fikih dan Ekonomi,   http://pa-balikpapan.net/index.php (diakses tanggal 24 April 2010)

Utomo, Setiawan, Budi, Pematokan Harga oleh Pemerintah,         http://www.eramuslim.com/konsultasi/fikih-kontemporer/pematokan-harga.htm    (diakses tanggal 3 Desember 2008)

Mustika, Falery, At-Tas'ir (Pematokan Harga), http://www.mail-            archive.com/aroen99society@yahoogroups.com/msg02707.html. (diakses tanggal 5 November 2006)

Ugie, Penetapan Harga dalam Islam: Perpektif Fikih dan Ekonomi,
            http://ugieedu.blogspot.com/2011/02/penetapan-harga-dalam-islam-perpektif.html (diakses Februari 2011)