Rabu, 06 Juli 2011

Uang Dinar Emas dan Dirham Perak – Solusi Islam Mengatasi Riba dan Inflasi/Kemiskinan

Mencari jalan tengah, para bankir Thailand kini mulai membujuk para investor keuangan Islami untuk memompakan uang ke proyek-proyek infrastruktur Thailand. Sebagai imbalan, mereka mendapat pijakan di pasar syariah di negeri Gajah Putih yang hampir tidak tersentuh.
“Banyak pendapatan diterima akibat kenaikkan minyak dan uang-uang itu butuh diinvestasikan lagi,” ujar presiden Islamic Bank of Thailand–bank syariah milik negara–Dheerasak Suwannayos, dalam acara industri di Bangkok, pekan ini.

“Jumlah sukuk yang diterbitkan akhir-akhir ini tidak banyak, sehingga ini adalah kesempatkan untuk mengambil pasar yang masih cair.”
Industri keuangan Islam yang kian marak menjadi sorotan global terutama setelah krisis keuangan menerpa dunia. Pasalnya, keuangan islami dilihat jauh lebih beretika, serta minim memiliki cara-cara ‘penawaran’ khas perbankan konvensional.

Sementara di Thailand, investasi infrastruktur diprediksi melonjak, begitu pula di negara-negara Asia Tenggara lain. Dheerasak mengacu pada rencana mengembangkan transportasi publik di Bangkok dan bandara utama ibu kota tersebut.
Sejauh ini Thailand dinilai berhasil menggunakan sumberdaya berlimpah di pasar lokal untuk mendanai proyek infrastrukturnya.
Perusahaan energi papan atas Thailand, PTT tahun lalu telah meluncurkan unit yang menerbitkan sukuk lokal di Malaysia, perusahaan pertama di Thailand yang melebarkan sayap di pasar modal Islami, di luar negeri.
Dheerasak juga mengatakan Thai Arways kini tengah mempertimbangkan penawaran pembiayan sewa dari investor Timur Tengah. Negeri Gajah Putih tersebut memiliki populasi Muslim sekitar 9,5 juta jiwa dan sebagian besar mereka tinggal di area terpencil tanpa layanan perbankan yang memadai.
Kesadaran.
Para bankir meyakini kampanye pasar masih dibutuhkan untuk meningkatkan kesadaran tentang keberadaan produk-produk keuangan Islami. “Kami membutuhkan banyak promosi di Thailand, kami masih butuh menjernihkan apa sukuk itu dan bahwa ia bisa dibandingkan dengan obligasi konvensional,” ujar wakil presiden senior CIMB Thai Bank, Konthee Prasertwongse.
Dalam waktu dekat, Thailand merencanakan melempar suku berdaulat sebesar 5 miliar bhat (Rp 1,37 triliun) untuk membantu sektor keuangan Islami lebih memasyarakat.
Bank Islam Thailand, didirikan pada 2003, telah meluncurkan cabang-cabang bergerak, dioperasikan lewat bus-bus, untuk menjangkau komunitas sebagai nasabah.
Konthee mengatakan dorongan Bank Islam Thailand untuk mengenalkan industri tersebut ke pasar lokal berarti pula membuka peluang bagi negara lain yang memiliki populasi Muslim besar. “Bank Islam Thailand mendorong banyak-banyak produk untuk memasuki pasar di mana dulu Muslim tak memiliki banyak pilihan,” ujarnhya.

Sistem perbankan Islam telah beroperasi di 50 negara-negara di dunia, menjadikan salah satu sektor dengan pertumbuhan cepat dalam industri keuangan global
Dalam laporan November lalu, PricewaterhouseCoopers, mengatakan industri keuangan Islami yang telah menembus 1 triliun juta dolar diprediksi tumbuh lagi di kisaran 15-20 persen per tahun dan terus meningkat.
Daftar panjang berisi lembaga perbankan internasional, termasuk Citigroup, HSBC, Deutsche Bank, kini memasuki bisnis keuangan Islami.

Islam melarang Muslim mengonsumsi riba, baik membayar atau menerima bunga pinjaman. Transaksi dalam perbankan Islam harus didanai oleh aset nyata, bukan sekedar surat-surat berharga.
Sumber : Republika

Gusdur dan Ekonomi Islam

TANGGAL 30 Desember 2009, KH. Abdurrahman Wahid atau kyai yang akrab disapa dengan Gus Dur ini tutup usia. Mantan Presiden RI ke- 4 dan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ini meninggal karena sakit komplikasi diabetes, ginjal, dan stroke. Kyai yang lahir di Denayar, Jombang, Jawa Timur pada 4 Agustus 1940 ini dikenal sebagai kyai yang berhaluan Islam Liberal. Padahal jika melacak keterlibatannya terhadap pemikiran Islam, Gus Dur pernah mengikuti jalan pikiran Ikhwanul Muslimin, sebuah kelompok gerakan Islam terbesar di Mesir. Namun, ketika Gus Dur tertarik mendalami nasionalisme dan sosialisme Arab di Mesir dan Irak, ketika masih menjadi mahasiswa di Al-Azhar Kairo dan Universitas Baghdad Irak, pemikiran keislaman Gus Dur berubah 360 derajat.
Termasuk pemikiran Gus Dur tentang ekonomi Islam. Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada beliau, perlu kiranya saya ulas pandangan Gusdur tentang ekonomi Islam yang ia tulis dalam bukunya, ”Islamku, Islam Kita, Islam anda; Agama Masyarakat Negara Demokrasi.” Buku terbitan The Wahid Institute setebal 412 halaman ini, dalam bab keempat, Gus Dur mengulas pemikirannya tentang Islam dan Ekonomi Kerakyatan, termasuk didalamnya pandangan Gus Dur tentang ekonomi Islam yang sedang populer pada saat ini. Secara khusus Gus Dur membahasnya dalam dua judul tulisan dalam sub bab tersebut. ’Syariatisasi dan Bank Syariah’ pada halaman 191 dan ’Ekonomi Rakyat ataukah Ekonomi Islam’ pada halaman 196.
Berikut kutipan saya tentang tulisannya dengan judul ”Syariatisasi dan Bank Syariah”: ”Hal lain yang sangat disayangkan, bahwa bank pemerintah telah mendirikan bank syari’ah, sesuatu hal yang masih dapat diperdebatkan. Bukankah bank seperti itu menyatakan tidak memungut bunga bank (interest) tetapi menaikkan ongkos-ongkos (bank cost) diatas kebiasaan? Bukankah dengan demikian, terjadi pembengkakan ongkos yang tidak termonitor, sesuatu yang berlawanan dengan prinsip-prinsip cara kerja sebuah bank yang sehat. Lalu, bagaimanakah halnya dengan transparansi yang dituntut dari cara kerja sebuah bank agar biaya usaha dapat ditekan serendah mungkin.”
Karenanya, banyak bank-bank swasta dengan para pemilik saham non-muslim, turut terkena ”demam syari’atisasi” tersebut. Hal itu disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mereka tentang hukum Islam tersebut. Begitu juga, sangat kurang diketahui bahwa Islam dapat dilihat secara institusional (kelembagaan) disatu pihak, dan sebagai budaya dipihak lain. Kalau kita mementingkan budaya, maka lembaga yang mewakili Islam tidak harus dipertahankan mati-matian, seperti partai Islam, pesantren, dan tentu saja bank syariah. Selama budaya Islam masih hidup terus, selama itu pula benih-benih berlangsungnya cara hidup Islam tetap terjaga. Karena itu, kita tidak perlu berlomba-lomba mengadakan syari’atisasi, bahkan itu dilarang UUD 1945 jika dilakukan oleh pihak pemerintah dan lembaga-lembaga negara. Mudah dikatakan, namun sulit dilaksanakan bukan?
Dua paragraf diatas adalah sepotong tulisan Gus Dur menanggapi bank syariah. Saya ingin menanggapi secara sederhana saja tulisan Gus Dur karena latar belakang saya berkecimpung dalam praktisi bank syariah. Gus Dur mempersoalkan mengapa cost di bank syariah lebih mahal? Diskusi ini pun marak dimilist Masyarakat Ekonomi Syariah (MES). Sebenarnya, apa penyebab dari itu? Bank secara umum (konvensional ataupun syariah) biasanya menetapkan besarnya lending rate berdasarkan perkiraan beberapa komponen biaya antara lain: biaya dana (atau bagi hasil) untuk pemilik dana (penabung), biaya operasional untuk kantor, tenaga kerja, dan peralatan, cadangan risiko tidak kembalinya pembiayaan. Nah, komponen tersebut yang menetukan pricing (expected price rated) suatu bank (tidak hanya bank syariah).
Mengapa cost dibank syariah menjadi mahal tidak bisa kita justifikasi begitu saja. Banyak faktor, diantaranya: Pertama, bank konvensional menetapkan administrasi yang tinggi dalam simpanan sedangkan bank syariah tidak melakukan itu. Sehingga, biaya-biaya tenaga kerja, operasional kantor, tenaga kerja dan peralatan bisa ditutup dari biaya tersebut. Bahkan ada indikasi bank-bank umum besar konvensional tidak mau melempar dana ke masyarakat karena mereka sudah cukup mendapatkan keuntungan dari biaya administrasi. Ini juga problem dibank konvensional, sehingga fungsi bank sebagai penyalur dana bagi debitur tidak berfungsi. Kedua, biasanya bank syariah yang cost-nya mahal karena bank tersebut baru, maka biaya dana umumnya relatif mahal, begitu pula dengan biaya operasional karena volume bisnis masih rendah, dan risiko yang dihadapi juga relatif besar.
Mengenai pendapat Gus Dur tentang kelembagaan (institusional) yang tidak perlu dibangun sah-sah saja. Namun kultur tanpa kelembagaan tentunya akan sulit, terlebih dalam membangun lembaga keuangan syariah. Dalam Simposium Sistem Ekonomi Islam ke-4 yang berlangsung pada tanggal 8-9 Oktober 2009 lalu, bertemakan memperkuat kelembagaan ekonomi Islam karena para akademisi dan pelaku ekonomi syariah merasa kelembagaan ekonomi syariah belum begitu kuat. Jadi, keduanya saya kira harus dibangun baik kultur (budaya) ataupun kelembagaan dalam pengembangan ekonomi syariah. Penguatan lembaga, bukan berarti upaya ’syari’atisasi’ seperti yang diungkap Gus Dur, tapi dalam upaya pelaksanaa Good Corporate Governance (GCG) dalam lembaga keuangan syariah.
Masih menurut Gus Dur bahwa teori ekonomi Islam gagal untuk dikembangkan baik dalam teori maupun praktek karena kebijakan-kebijakan yang ada hanya upaya pelestarian kekuasaan secara politis. Pengembangan teori ekonomi Islam akan hancur jika ia dikait-kaitkan dengan kekuasaan. Gagasan ekonomi Islam menurutnya tidak pernah didasarkan atas peninjauan mendalam dari kebijakan, langkah-langkah dan keputusan pemerintah dimasa lampau. Bagaimana akan dibuat acuan mengenai sebuah sistem ekonomi Islam, kalau fakta-fakta ekonomi dan finansial semenjak kita merdeka tidak pernah ditinjau ulang. Perkembangan gagasan ekonomi Islam jelas menunjukkan kemandulan, karena cenderung untuk mempermasalahkan aspek-aspek normatif, seperti bunga bank dan asuransi ketimbang mencari cara-cara (aplikasi) yang dilakukan nilai tersebut.
Dalam hal ini saya sepakat dengan Gus Dur, bahwa para pemikir dan praktisi ekonomi Islam sibuk mempermasalahkan aspek-aspek normatif ketimbang mencari inovasi dalam pengembangan ekonomi syariah itu sendiri. Mengenai kebijakan ekonomi syariah sebagai pelanggeng kekuasaan ini juga benar adanya. Lihat saja sewaktu Boediono menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia dan SBY sebagai Presiden periode 2004-2009, Undang-Undang Perbankan Syariah serta peraturan-peraturan Bank Indonesia yang mendukung ekonomi syariah atau lebih tepatnya perbankan syariah hanya alat pelanggeng kekuasaan semata. Terlebih hanya untuk merebut simpati masyarakat muslim khususnya. Saya kira kritik-kritik Gus Dur yang sebagian besar kurang produktif namun disisi lain kita juga harus melihat kejelihan Gus Dur dengan masukan beliau yang luar biasa terkait ekonomi syariah.Wallahua’lam

 sumber :
Pengamat UKM & ekonomi syariah. Website: www.edosegara.com

Jumat, 08 April 2011

POKOK PEMIKIRAN TOKOH FILSAFAT PADA ABAD PENCERAHAN

PENDAHULUAN
Sebagaimana lazimnya suatu dialog intelektual, disatu sisi terdapat bagian yang dilestarikan dan sisi lain ada bagian dikritisi atau diserang bahkan mungkin ada bagian yang ditolak. Didunia Islampun muncul pelestari warisan Yunani,Persia dan Romawi, namun juga banyak yang melakukan kritik terhadapnya. Disinilah tampak dinamika intelektual. Konsep Ide Plato trus dipelajari dan dikembangkan,begitu juga konsep Akal dan Logika Aristoteles serta konsep Emanasi Plotinus. Semuanya tetap dijadikan pijakan. Ini membuktikan bahwa ketiga filusuf tersebut merupakan para pionir memiliki pengaruh yang sangat besar dalam membentuk pola pikir para filusuf generasi berikutnya tidak terkecuali Immauel Kant,Filsuf kelahiran Jerman yang abad ke-18.
Menurut Kant,Fiksafat adalah ilmu (Pengetahuan) yang menjadi pangkal dari semua pengetahuan yang di dalamnya tercakup masalah epistemologi yang menjawab persoalan apa yang dapat kita ketahui.
Tampak adanya perbedaan yang menyolok antara abad ke-17 dan abad ke-18. Abad ke-17 membatasi diri pada usaha memberikan tafsiran baru terhadap kenyataan bendawi dan rohani,yaitu kenyataan yang mengenai manusia,dunia dan Allah.dan tokoh-tokoh filsafat di era ini adalah juga tokoh-tokoh gereja sehingga mereka tidak lepas dari isu-isu ketuhanan,Yesus dan sebagainya.1 Akan tetapi abad ke-18 menganggap dirinya mendapat tugas untuk meneliti secara kritik (sesuai dengan kaidah-kaidah yang diberikan akal)segala yang ada,baik didalam negara maupun didalam masyarakat.








PEMBAHASAN
POKOK PEMIKIRAN TOKOH FILSAFAT PADA ABAD PENCERAHAN
1.       Tentang Ilmu Pengetahuan
a.       Teori Hume tentang pengalaman dan Kausalitas
Dimulai dengan ide bahwa semua isi pengalaman sadar kita dapat dipecah menjadi dua kategori yakni kesan dan ide. Hume mengatakan bahwa istilah kesan (impresi)[1] menunjuk kepada semua persepsi kita yang lebih hidup ketika mendengar, melihat, merasa, mencinta, membenci, menginginkan atau menghendaki. Hume sependapat dengan Locke mengenai premis dasar emperisma, yakni hanya dari pengalaman sajalah kita dapat memperoleh tentang segala sesuatu di luar diri kita, entah itu pengalaman kita sendiri atau pengalaman orang lain. Ia sependapat dengan Berkeley bahwa premis tersebut harus diterapkan secara konsisten. Maka, ia juga setuju bahwa kita tidak pernah dapat mengetahui dengan kepastian mutlak bahwa ada satu material di luar dari dan terlepas dari diri kita. Namun, kata Hume pernyataan itu bukan tentang dunia, melainkan  lebih tentang pengetahuan.[2]
Dalam bukunya An Enquiry Concerning Human Understanding (1748), Hume mengatkan bahwa semua materi pengetahuan berasal dari pengalaman indrawi kita. Dengan demikian, ia pun menolak paham rasionalisme yang berpendapat bahwa pengetahuan manusia bersumber dari akal budi manusia.
b.         Ide-ide dan pengetahuan John Locke
Locke memulai refleksinya tentang pengetahuan manusia dengan mengajukan pertanyaan: “Dari mana pengetahuan manusia itu berasal?” Locke menegaskan bahwa pengetahuan manusia berasal dari pengalaman inderawi. Pengalaman inderawi memungkinkan manusia memiliki ide-ide sederhana. Ide-ide sederhana tersebut dapat menjadi ide kompleks jika sudah ada kombinasi yang melibatkan beberapa dari ide-ide sederhana tersebut. Kombinasi dari ide-ide sederhana itu misalnya “sebab”, “relasi”, “syarat”, dan sebagainya. Ide-ide dalam akal budi manusia itu berawal dari pencerapan inderawi. Ada dua bentuk sumber pengetahuan manusia menurutnya, yaitu sensasi dan refleksi. Dua hal ini menjadi sumber dari ide-ide sederhana.
Ide-ide yang dimaksudkan Locke didapatkan melalui cara yang bervariasi atau melalui indera yang berbeda. Ide-ide yang diterima melalui panca indera itu dapat sampai pada akal budi dan menggerakkanya. Dan, akal budi dapat mengembangkan ide-ide yang ada itu melalui proses penalaran dan pertimbangan. Itulah yang disebut Locke sebagai sensasi.
Refleksi meliputi aktivitas seperti berpikir, meragukan, percaya, bernalar, mengetahui, menghendaki, dan semua aktivitas yang menghasilkan ide-ide yang berbeda dari apa yang diperoleh melalui panca indera. Dengan demikian, menjadi jelaslah bahwa apa yang dimaksudkan oleh Locke sebagai ide-ide tidak saja tentang hal-hal yang berada di luar akal budi (eksternal) tetapi juga refleksi dalam akal budi (internal).
Locke memberi perhatian yang sangat besar pada usaha manusia untuk mengenal. Baginya yang paling penting bukanlah memberi pandangan metafisis tentang tabiat roh dan benda. Locke menolak rasionalisme yang menganggap bahwa ide-ide dan asas-asas pertama sebagai bawaan manusia. Menurutnya, segala pengetahuan datang dari pengalaman yang didapatkan.[3] Locke melihat bahwa pengetahuan terbatas pada ide-ide. Pekerjaan roh manusia terbatas pada memberi sebutan kepada ide-ide tunggal, menggabung-gabungkannya, merangkumkannya, dan menjadikannya bersifat umum.

c.             Ajaran Immanuel Kant Tentang Pengetahuan
Secara prinsip pendapatnya tentang pengetahuan terdapat dalam karyanya yang berjudul Kritik Der reinen vernunft (Kritik Atas Budi,1781). Karya ini berfungsi sebagai semacam proyek raksasa yang di tujukan untuk membuat sintesis antara rasionalisme dan empirisme. Rasionalisme menyatakan bahwa sumber pengetahuan adalah akal budi (rasio) saja, dan pengalaman hanya menegaskan  apa yang telah ada dalam rasio. Adapun empirisme berpendapat sebaliknya. Sumber pengalaman hanyalah sumber indrawi sehingga hanya bias yang diindra saja yang bisa dijadikan dasar pengetahuan.
Kant memberikan reaksi kritis terhadap kedua pendapat di atas. Meskipun Kant mengagumi filsafat Hume, ia tidak bias menerima ajaran Hume yang mengatakan bahwa ilmu pengetahuan alam tidak bias mencapai kepastian, namun hanya kemungkinan. Kant melihat bahwa hukum-hukum ilmu pengetahuan alam berlaku secara umum, selalu, dan dimana-mana (misalnya pada suhu 100°C air mendidih atau benda yang kita lemparke atas akan jatuh karena adanya gaya gravitasi). Kant berusaha untuk menunjukkan bahwa pengenalan berpusat pada subjek, bukan pada objek[4].
2.         Tentang Agama
a.       Agama menurut Hume
David Hme menegaskan bahwa tidak ada bukti yang benar-benar sahih yang dapat membuktikan bahwa Allah ada dan bahwa Ia menyelenggarakan dunia ini, Hume menolak  eksistensi Allah dan kebenaran agama, bahka ia juga menolak gagasan tentang Allah, serta menganggap bahwa moralitas semata-mata hanyalah perasaan manusia belaka. Terhadap perasaan itu sendiri, akal sehat tidak memilik wewenang untuk mengendalikan atau mengawasinya[5].
b.      Agama menurut John Locke
Pandangan Locke mengenai agama bersifat deistik. Ia menganggap agama Kristen adalah agama yang paling masuk akal dibandingkan agama-agama lain, karena ajaran-ajaran Kristen dapat dibuktikan oleh akal manusia. Pengertian tentang Allah juga disusun oleh pembuktian-pembuktian. Locke berangkat dari kenyataan bahwa manusia adalah makhluk berakal budi, sehingga pastilah disebabkan karena adanya 'Tokoh Pencipta' yang mutlak dan maha kuasa, yaitu Allah. Ia meyakini bahwa Alkitab ditulis oleh ilham Ilahi, namun ia juga menyatakan bahwa setiap wahyu Ilahi haruslah diuji oleh rasio manusia[6]

c.        Agama menurut Imanuel Kant
Menurut Immanuel Kant, pada manusia terdapat perintah yang disebut perintah kategori, yaitu perintah yang mengharuskan orang berbuat hanya demi perintah itu, tanpa menanyakan untuk apa  melakukan perintah itu. Tetapi dalam praktiknya orang tidak dapat memenuhi perintah itu. Pemenuhan perintah itu yang secara sempurna hanya mungkin jika ada pertolongan dari “Tokoh Yang Tertinggi”, yaitu Allah. Pertolongan ini memang ada sebab, sebab Allah menghendaki supaya manusia memperoleh kebahagiaan., adanya harapan dan kebahagiaan inilah awal dari agama. Manusia berharap jika cita-cita yang mulia itu tidak tercapai di dunia , dengan pertolongan Allah, maka akan tercapai di dunia yang akan dating. Kewajiban-kewajiban manusia yang semula muncul dari dirinya sendiri itu, kemudian dipandang sebagai perintah-perintah yang datangnya dari Allah. Demikianlah moralitas memimpin pada agama.
Berdasarkan keyakinan yang demikian itu, Kant menolak menganggap bahwa beragama (juga beragama Kristen) berarti mnyetujui dogma-dogma gereja sebagai kebenaran yang mutlak. Agama bukanlah soal akal, melainkan soal perbuatan. Sebenarnya apa yang di ajarkan di dalam alkitab sebagai hal yang diwahyukan itu dapat juga diketahui melalui rasio murni manusia.[7]

3.      Tentang Seni
a.         Seni menurut Hume
Hume mengatakan bahwa keindahan bukanlah suatu kualitas objektif yang terletak di dalam objek-objek itu sendiri, melainkan berada di alam fikiran. Manusia tertarik pada suatu bentuk dan struktur tertentu lalu menyebutnya indah. Hume mengatakan bahwa apa yang di anggap indah oleh manusia sesungguhnya amat di tentukan oleh sifat alami manusia, yang dipengaruhi juga oleh kebiasaan dan prefensi individual.[8]
b.         Seni menurut john locke
Menurut John Locke, dalam bukunya “Two Treatises on Government” tahun 1690, kebebasan itu berangkat dari kepemilikan. Ini sama sekali tidak berkaitan dengan politik kepentingan yang mengacu pada milik pribadi (“possesive individualism”) seperti yang dimaksud beberapa kritikus. Pernyataan Locke itu lebih menekankan pada definisi bidang kepribadian. Kepemilikan yang dimaksud Locke pertama-tama adalah kepemilikan manusia atas dirinya sendiri
Lebih jauh lagi, kebebasan bukan hanya dalam bidang kepemilikan saja, tetapi juga meliputi kebebasan dalam bidang politik, budaya, spiritual dan termasuk kesenian. Yang intinya adalah menilai sebuah seni dengan subjektif berdasarkan kebebasan. Kemungkinan pertukaran dan persaingan bebas gagasan-gagasan akan dapat menghasilkan manusia yang berdaya cipta dan percaya diri, manusia yang memajukan ilmu pengetahuan dan seni.

c.         Seni menurut Kant
Kant menganggap kesadaran estetis sebagai unsur yang penting dalam pengalaman manusia pada umumnya,sama seperti Hume, Kant juga berpendapat bahwa keindahan itu merupakan penilaian estetis yang semata-mata subjektif, dalam karyanya critique of Judgment, Kant mengatakan bahwa pertimbangan estetis  memberikan fokus yang mat di butuhkan untuk menjembatani segi-segi teori dan praktik dari sifat manusia[9]
















PENUTUP

Simpulan
Beberapa hal penting yang perlu digaris bawahi menyangkut pandangan empirisme. kaum empiris mengakui proses pengindraan atau presepsi sampai tingkat tertentu tidak diragukan. Sampai tingkat tertentu, persepsi bebas dari kemungkinan salah atau keliru. Persepsi tidak bisa diragukan. Yang keliru hanya daya nalar manusia dalam menangkap dan memutuskan apa yang ditangkap oleh panca indra itu. Menurut kaum emperis,  tidak bisa diragukan bahwa ada kebenaran tertentu yang diberikan oleh pengalaman indrawi kita. Bahkan satu-satunya pengetahuan sejati adalah pengetahuan lewat pengalaman. Kaum empirisis mengakui bahwa ada pengetahuan tertentu yang tidak diperoleh melalui pengalaman indrawi. Dan kaum empiris lebih mengutamakan dan menekankan metode pengetahuan induktif, yaitu cara kerja ilmu-ilmu empiris yang mendasarkan diri  pada pengamatan. Atas sikap dasar seperti inilah menjadi sumbangan besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan modern, karena memacu percobaan yang didasarkan pada observasi dan penelitian empiris











DAFTAR PUSTAKA
Harun Hadiwijono, Teologi Reformatis Abad Ke-20, hlm.10, Gunung Mulia, Jakarta, 2004.
Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat, Hlm.69 , Kanisius, Yogyakarta, 1996,
Simon Petrus L. Tjahjadi, Petulangan Intelektual, Konfrontasi dengan Para Filsuf, Hlm. 281, Yogyakarta, Kanisius, 2008.
Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat, Hlm.48, Yogyakarta, Kanisius, 1996
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, hlm. 36, Yogyakarta, Kanisius, 1980
A.Sonny Keraf & Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis, Hlm. 53, Kanisius, Yogyakarta, 2010.
Bryan Magee, The Story of Philosophy, diterjemahkan oleh Marcus widodo, Hardono Hadi, Hlm.112, Kanisius, Yogyakarta, 2008



[1] A. Sonny Keraf & Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis, Hlm. 53, Kanisius, Yogyakarta, 2010.

[2] Bryan Magee, The Story of Philosophy, diterjemahkan oleh Marcus widodo, Hardono Hadi, Hlm.112, Kanisius, Yogyakarta, 2008
[3] . Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, hlm. 36, Yogyakarta, Kanisius, 1980.
[4] . Simon Petrus L. Tjahjadi, Petulangan Intelektual, Konfrontasi dengan Para Filsuf, Hlm. 281, Yogyakarta, Kanisius, 2008.
[5] . Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat, Hlm.48, Yogyakarta, Kanisius, 1996
[6] . Harun Hadiwijono, Opcit., 36.
[7] . Harun Hadiwijono, Teologi Reformatis Abad Ke-20, hlm.10, Gunung Mulia, Jakarta, 2004.
[8] .  Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat, Hlm.69 , Kanisius, Yogyakarta, 1996,
[9] Ibid, Hlm. 69.

Kamis, 24 Maret 2011

KECERDASAN BUATAN







A.DEFINISI
Kecerdasan Buatan adalah salah satu cabang Ilmu pengetahuan berhubungan dengan pemanfaatan mesin untuk memecahkan persoalan yang rumit dengan cara yang lebih manusiawi. Hal Ini biasanya dilakukan dengan mengikuti/mencontoh karakteristik dan analogi berpikir dari kecerdasan/Inteligensia manusia, dan menerapkannya sebagai algoritma yang dikenal oleh komputer. Dengan suatu pendekatan yang kurang lebih fleksibel dan efisien dapat diambil tergantung dari keperluan, yang mempengaruhi bagaimana wujud dari perilaku kecerdasan buatan. AI biasanya dihubungkan dengan Ilmu Komputer, akan tetapi juga terkait erat dengan bidang lain seperti Matematika, Psikologi, Pengamatan, Biologi, Filosofi, dan yang lainnya. Kemampuan untuk mengkombinasikan pengetahuan dari semua  bidang ini pada akhirnya akan bermanfaat bagi kemajuan dalam upaya menciptakan suatu kecerdasan buatan.

Menurut John McCarthy, 1956, AI :
Untuk mengetahui dan memodelkan proses – proses berpikir manusia dan mendesain mesin agar dapat menirukan perilaku manusia.
Cerdas = memiliki pengetahuan + pengalaman, penalaran (bagaimana membuat keputusan &
mengambil tindakan), moral yang baik
Manusia cerdas (pandai) dalam menyelesaikan permasalahan karena manusia mempunyai pengetahuan & pengalaman. Pengetahuan diperoleh dari belajar. Semakin banyak bekal pengetahuan yang dimiliki tentu akan lebih mampu menyelesaikan permasalahan. Tapi bekal pengetahuan saja tidak cukup, manusia juga diberi akal untuk melakukan penalaran,mengambil kesimpulan berdasarkan pengetahuan & pengalaman yang dimiliki. Tanpa memiliki kemampuan untuk menalar dengan baik, manusia dengan segudang pengalaman dan pengetahuan tidak akan dapat menyelesaikan masalah dengan baik. Demikian juga dengan kemampuan menalar yang sangat baik,namun tanpa bekal pengetahuan dan pengalaman yang memadai,manusia juga tidak akan bisa menyelesaikan masalah dengan baik.
Agar mesin bisa cerdas (bertindak seperti & sebaik manusia) maka harus diberi bekal pengetahuan & mempunyai kemampuan untuk menalar.

Pengertian lain dari kecerdasan buatan adalah bagian ilmu komputer yang membuat agar mesin komputer dapat melakukan pekerjaan seperti dan sebaik yang dilakukan manusia. Pada awal diciptakannya, komputer hanya difungsikan sebagai alat hitung saja. Namun seiring dengan perkembangan jaman, maka peran komputer semakin mendominasi kehidupan manusia. Komputer tidak lagi hanya digunakan sebagai alat hitung, lebih dari itu, komputer diharapkan untuk dapat diberdayakan untuk mengerjakan segala sesuatu yang bisa dikerjakan oleh manusia.

Dua bagian utama yang dibutuhkan untuk aplikasi kecerdasan buatan:
·   Basis pengetahuan (knowledge base)  yang berisi fakta-fakta, teori, pemikiran & hubungan antara satu dengan lainnya.
·   Monitor inferensi(inference engine) yaitu kemampuan menarik kesimpulan berdasarkan pengalaman.


B.KECERDASAN BUATAN VS KECERDASAN ALAMI
Keuntungan Kecerdasan Buatan :
·   Kecerdasan buatan lebih bersifat permanen. Kecerdasan alami akan cepat mengalami perubahan. Hal ini dimungkinkan karena sifat manusia yang pelupa. Kecerdasan buatan tidak akan berubah sepanjang sistem komputer dan program tidak mengubahnya.
·   Kecerdasan buatan lebih mudah diduplikasi dan disebarkan. Mentransfer pengetahuan manusia dari satu orang ke orang lain butuh proses dan waktu lama. Disamping itu suatu keahlian tidak akan pernah bisa diduplikasi secara lengkap. Sedangkan jika pengetahuan terletak pada suatu sistem komputer, pengetahuan tersebuat dapat ditransfer atau disalin dengan mudah dan cepat dari satu komputer ke komputer lain
·   Kecerdasan buatan lebih murah dibanding dengan kecerdasan alami. Menyediakan layanan komputer akan lebih mudah dan lebih murah dibanding dengan harus mendatangkan seseorang untuk mengerjakan sejumlah pekerjaan dalam jangka waktu yang sangat lama.
·   Kecerdasan buatan bersifat konsisten. Hal ini disebabkan karena kecerdasan busatan adalah bagian dari teknologi komputer. Sedangkan kecerdasan alami senantiasa berubah-ubah.
·   Kecerdasan buatan dapat didokumentasikan. Keputusan yang dibuat komputer dapat didokumentasikan dengan mudah dengan melacak setiap aktivitas dari sistem tersebut. Kecerdasan alami sangat sulit untuk direproduksi.
·   Kecerdasan buatan dapat mengerjakan pekerjaan lebih cepat dibanding dengan kecerdasan alami
·   Kecerdasan buatan dapat mengerjakan pekerjaan lebih baik dibanding dengan kecerdasan alami.

Keuntungan kecerdasan alami :
·   Kreatif. Kemampuan untuk menambah ataupun memenuhi pengetahuan itu sangat melekat pada jiwa manusia. Pada kecerdasan buatan, untuk menambah pengetahuan harus dilakukan melalui sistem yang dibangun
·   Kecerdasan alami memungkinkan orang untuk menggunakan pengalaman secara langsung. Sedangkan pada kecerdasan buatan harus bekerja dengan input-input simbolik
·   Pemikiran manusia dapat digunakan secara luas, sedangkan kecerdasan buatan sangat terbatas.


C.SEJARAH KECERDASAN BUATAN
Pada awal abad 17, René Descartes mengemukakan bahwa tubuh hewan bukanlah apa-apa melainkan hanya mesin-mesin yang rumit. Blaise Pascal menciptakan mesin penghitung digital mekanis pertama pada 1642. Pada 19, Charles Babbage dan Ada Lovelace bekerja pada mesin penghitung mekanis yang dapat diprogram.

Bertrand Russell dan Alfred North Whitehead menerbitkan Principia Mathematica, yang merombak logika formal. Warren McCulloch dan Walter Pitts menerbitkan "Kalkulus Logis Gagasan yang tetap ada dalam Aktivitas " pada 1943 yang meletakkan pondasi untuk jaringan syaraf.

Tahun 1950-an adalah periode usaha aktif dalam AI. Program AI pertama yang bekerja ditulis pada 1951 untuk menjalankan mesin Ferranti Mark I di University of Manchester (UK): sebuah program permainan naskah yang ditulis oleh Christopher Strachey dan program permainan catur yang ditulis oleh Dietrich Prinz. John McCarthy membuat istilah "kecerdasan buatan " pada konferensi pertama yang disediakan untuk pokok persoalan ini, pada 1956. Dia juga menemukan bahasa pemrograman Lisp. Alan Turing memperkenalkan "Turing test" sebagai sebuah cara untuk mengoperasionalkan test perilaku cerdas. Joseph Weizenbaum membangun ELIZA, sebuah chatterbot yang menerapkan psikoterapi Rogerian.

Selama tahun 1960-an dan 1970-an, Joel Moses mendemonstrasikan kekuatan pertimbangan simbolis untuk mengintegrasikan masalah di dalam program Macsyma, program berbasis pengetahuan yang sukses pertama kali dalam bidang matematika. Marvin Minsky dan Seymour Papert menerbitkan Perceptrons, yang mendemostrasikan batas jaringan syaraf sederhana dan Alain Colmerauer mengembangkan bahasa komputer Prolog. Ted Shortliffe mendemonstrasikan kekuatan sistem berbasis aturan untuk representasi pengetahuan dan inferensi dalam diagnosa dan terapi medis yang kadangkala disebut sebagai sistem pakar pertama. Hans Moravec mengembangkan kendaraan terkendali komputer pertama untuk mengatasi jalan berintang yang kusut secara mandiri.

Pada tahun 1980-an, jaringan syaraf digunakan secara meluas dengan algoritma perambatan balik, pertama kali diterangkan oleh Paul John Werbos pada 1974. Tahun 1990-an ditandai perolehan besar dalam berbagai bidang AI dan demonstrasi berbagai macam aplikasi. Lebih khusus Deep Blue, sebuah komputer permainan catur, mengalahkan Garry Kasparov dalam sebuah pertandingan 6 game yang terkenal pada tahun 1997. DARPA menyatakan bahwa biaya yang disimpan melalui penerapan metode AI untuk unit penjadwalan dalam Perang Teluk pertama telah mengganti seluruh investasi dalam penelitian AI sejak tahun 1950 pada pemerintah AS.

Tantangan Hebat DARPA, yang dimulai pada 2004 dan berlanjut hingga hari ini, adalah sebuah pacuan untuk hadiah $2 juta dimana kendaraan dikemudikan sendiri tanpa komunikasi dengan manusia, menggunakan GPS, komputer dan susunan sensor yang canggih, melintasi beberapa ratus mil daerah gurun yang menantang.

D.BIDANG AI(KECERDASAN BUATAN)
·   Sistem pakar (expert system) : komputer sebagai sarana untuk menyimpan pengetahuan para pakar sehingga komputer memiliki keahlian menyelesaikan permasalahan dengan meniru keahlian yang dimiliki pakar.
·   Pengolahan bahasa alami (natural language processing) : user dapat berkomunikasi dengan komputer menggunakan bahasa sehari-hari, misal bahasa inggris, bahasa indonesia, bahasa jawa, dll
·   Pengenalan ucapan (speech recognition) : manusia dapat berkomunikasi dengan komputer menggunakan suara.
·   Robotika & sistem sensor
·   Computer vision : menginterpretasikan gambar atau objek-objek tampak melalui komputer
·   Intelligent computer-aided instruction : komputer dapat digunakan sebagai tutor yang dapat melatih & mengajar
·   Game playing
·                      
E.SOFT COMPUTING
Soft computing merupakan inovasi baru dalam membangun sistem cerdas
Metodologi-metodologi dalam soft computing adalah:
· Logika Fuzzy
· Jaringan syaraf tiruan
· Probabilistic reasoning
· Evolutionary computing


D.DAFTAR SUMBER

Andrie Fn, Pengertian Kecerdasan Buatan, andrefni.blogspot.com, September, 2010 .
Stepia, Sejarah Kecerdasan Buatan, stepia.wordpress.com, Agustus, 2009.
Genta, Definisi Kecerdasan Buatan, gentazmania.wordpress.com, Februari, 2010.
Supriono, Nano, Kecerdasan Buatan, id.shvoong.com, Juni, 2010.
Tarigan, Rehulina, Pengertian Kecerdasan Buatan, rehulina.wordpress.com, Agustus, 2009.